Untukitulah, dalam pembahasan ini ingin melihat secara mendalam pengulangan kisah Nabi Musa as di dalam al-Qurâan ditinjau dari aspek stilistika. Dari hasil penelusuran ayat-ayat al-Qurâan yang memuat kisah Nabi Musa, penulis menemukan -paling tidak- minimal terjadi dalam tiga bentuk pengulangan, yaitu : 1. Pengulangan Kisah dengan Gaya
SifatKarya Non Ilmiah. Karya tulis non ilmiah disisi lain juga memiliki sifat-sifat sebagai berikut: Emotif, Artinya, kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi. Persuasif, Artinya penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan dilakukan untuk meyakinkan pembaca, serta mempengaruhi sikap cara
NovelSalah Pilih karya Nur Sutan Iskandar adalah novel roman lama yang menjadi saksi sejarah dan perkembangan Bahasa Indonesia, sekaligus jejak pemikiran modern
Vay Tiá»n Nhanh. Para penulis novel sejarah harus berhati-hati dalam memilih dan menggunakan bahasa agar cerita yang mereka tulis dapat memikat pembaca. Kebahasaan yang sesuai akan menjadi penentu untuk menyampaikan pesan dan menarik pembaca ke dalam novel. Oleh karena itu, para penulis novel sejarah harus memperhatikan beberapa kaidah kebahasaan yang harus Sosial dan BudayaKetika menulis novel sejarah, penulis harus memperhatikan konteks budaya dan sosial dari masa itu. Hal ini dapat membantu penulis dalam membuat karakter yang lebih meyakinkan dan peristiwa yang lebih realistis. Bahasa yang digunakan harus sesuai dengan budaya dan sosial yang ada di masa itu. Penulis juga harus memperhatikan bahasa yang digunakan di wilayah tertentu. Misalnya, bahasa yang digunakan di Jawa Berbeda dengan yang digunakan di KataKetika menulis novel sejarah, penulis harus memilih kata-kata yang sesuai dengan masa itu. Ini akan membantu dalam menciptakan suasana yang tepat untuk novel. Penulis harus memperhatikan kata-kata yang digunakan di masa itu, seperti bahasa yang digunakan untuk menggambarkan karakter dan situasi. Penulis juga harus menghindari penggunaan kata-kata modern yang tidak sesuai dengan masa Gaya BahasaPenulis juga harus memperhatikan gaya bahasa yang digunakan di masa itu. Misalnya, bahasa yang digunakan untuk bercakap-cakap atau bahasa yang digunakan untuk menggambarkan peristiwa. Gaya bahasa yang tepat akan membantu penulis dalam menciptakan suasana yang tepat untuk novel. Penulis juga harus menghindari penggunaan bahasa modern yang tidak sesuai dengan masa StilistikKetika menulis novel sejarah, penulis harus memperhatikan ketepatan stilistik. Ini termasuk pemilihan kata yang tepat, pemilihan gaya bahasa, dan penggunaan tanda baca yang benar. Ketepatan stilistik akan membantu penulis dalam menciptakan suasana yang tepat untuk novel. Penulis juga harus menghindari penggunaan bahasa modern yang tidak sesuai dengan masa Kiasan dan MetaforPenulis juga harus memperhatikan penggunaan kiasan dan metafor di novel sejarah. Kiasan dan metafor dapat digunakan untuk menciptakan suasana yang tepat untuk novel. Penulis juga harus memperhatikan bahwa kiasan dan metafor yang digunakan harus sesuai dengan masa itu. Penulis juga harus menghindari penggunaan kiasan dan metafor yang tidak sesuai dengan masa SintaksPenulis juga harus memperhatikan penggunaan sintaks di novel sejarah. Sintaks yang tepat akan membantu penulis dalam menciptakan suasana yang tepat untuk novel. Penulis juga harus memperhatikan bahwa sintaks yang digunakan harus sesuai dengan masa itu. Penulis juga harus menghindari penggunaan sintaks yang tidak sesuai dengan masa Unsur-Unsur BahasaPenulis juga harus memperhatikan penggunaan unsur-unsur bahasa di novel sejarah. Unsur-unsur bahasa yang tepat akan membantu penulis dalam menciptakan suasana yang tepat untuk novel. Penulis juga harus memperhatikan bahwa unsur-unsur bahasa yang digunakan harus sesuai dengan masa itu. Penulis juga harus menghindari penggunaan unsur-unsur bahasa yang tidak sesuai dengan masa DialekPenulis juga harus memperhatikan penggunaan dialek di novel sejarah. Dialek yang tepat akan membantu penulis dalam menciptakan suasana yang tepat untuk novel. Penulis juga harus memperhatikan bahwa dialek yang digunakan harus sesuai dengan masa itu. Penulis juga harus menghindari penggunaan dialek yang tidak sesuai dengan masa EjaanPenulis juga harus memperhatikan penggunaan ejaan di novel sejarah. Ejaan yang tepat akan membantu penulis dalam menciptakan suasana yang tepat untuk novel. Penulis juga harus memperhatikan bahwa ejaan yang digunakan harus sesuai dengan masa itu. Penulis juga harus menghindari penggunaan ejaan yang tidak sesuai dengan masa mengikuti kaidah kebahasaan yang diuraikan di atas, para penulis novel sejarah dapat memastikan bahwa bahasa yang mereka gunakan dapat memikat pembaca dan membantu mereka dalam menciptakan suasana yang tepat untuk novel sejarah.
Unsur Intrinsik Novel â Grameds pasti sudah tidak asing lagi dengan keberadaan novel? Atau bahkan Grameds termasuk salah satu penggemar novel dengan genre apapun, baik itu novel berbahasa Indonesia maupun novel terjemahan? Novel dengan genre apapun itu, baik dalam bahasa Indonesia maupun terjemahan pasti memiliki unsur intrinsik sekaligus ekstrinsik. Yap, segala jenis karya fiksi tentu saja memiliki unsur-unsur pembangunnya, tak terkecuali pada sebuah novel. Unsur-unsur intrinsik novel ini kurang lebih memang hampir sama dengan unsur intrinsik cerita pendek, sebab keduanya sama-sama produk dari sebuah prosa. Unsur-unsur pembangun dalam sebuah novel ini nantinya akan dihubungkan secara erat melalui penyampaian ceritanya yakni dilakukan oleh sang novelis. Jika sebuah novel itu sering disebut-sebut âtotalitasâ, maka itu berarti kata dan bahasa yang digunakan di dalamnya menjadi kunci pada ketotalitasan atas keberadaan novel tersebut. Lalu sebenarnya, apa sih unsur intrinsik novel itu? Apa saja unsur-unsur intrinsik alias unsur pembangun dalam sebuah novel? Nah, supaya Grameds memahami akan hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini! Apa Bedanya Novel dengan Cerita Pendek?Apa yang Dimaksud Unsur Intrinsik Novel?Apa Saja Unsur Intrinsik Novel?1. TemaKeterpaduan Tema dengan Unsur LainnyaPenggolongan Tema Novelb Penggolongan Tema Menurut Shipley2. Plot atau Alur CeritaKaidah Dalam PlotTahap-Tahap Dalam Plot3. Tokoh dan PenokohanKlasifikasi Tokoh4. Latar5. Sudut PandangKlasifikasi Sudut Pandang6. Gaya Bahasa7. Moral Apa Bedanya Novel dengan Cerita Pendek? Novel dan cerita pendek itu sama-sama bentuk dari karya sastra prosa yang kerap disebut dengan fiksi. Istilah ânovelâ ini berasal dari Bahasa Italia yakni kata ânovellaâ yang berarti cerita pendek dalam bentuk prosaâ. Meskipun sebenarnya, novel dan novelet itu ternyata memiliki perbedaan, yakni pada novelet merupakan sebuah karya fiksi dengan panjang yang kecukupan, artinya tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak terlalu pendek. Perbedaan novel dengan cerita pendek dapat dilihat dari segi formalitas bentuknya lho, yakni pada panjang cerita. Yap, dalam sebuah cerita pendek alias cerpen ini biasanya memiliki panjang cerita yang rata-rata, seolah dapat selesai dibaca dalam sekali duduk saja kira-kira dua jam. Sementara pada novel, biasanya memiliki ratusan halaman sehingga terlalu susah untuk menyelesaikannya hanya dalam waktu dua jam saja, bahkan bisa sampai berhari-hari. Berhubung panjang cerita pada novel dan cerpen ini berbeda, maka itu berarti proses penjabaran ceritanya juga berbeda. Novel lebih dapat mengemukakan isi cerita secara bebas, lebih detail, lebih rinci supaya pembaca dapat memiliki imajinasi mendetail. Sementara pada cerpen, proses mengemukakan isi ceritanya terbatas, hanya diceritakan pada plot pentingnya saja. Namun meskipun demikian, sebuah cerpen justru âmenuntutâ adanya kesatupaduan dalam unsur-unsurnya yang lebih padat. Meskipun keduanya berbeda, tetap saja masing-masing dari karya fiksi tersebut memiliki kelebihan. Kelebihan novel yang khas adalah kemampuannya untuk menyampaikan plot cerita atau permasalahan yang dialami oleh tokoh hingga tahap penyelesaian masalah secara kompleks dan penuh. Sementara pada cerpen, kemampuannya dalam mengemukakan plot cerita lebih padat dan hanya berpusat pada permasalahan tokoh saja. Apa yang Dimaksud Unsur Intrinsik Novel? Dalam sebuah karya fiksi, supaya dapat menjadi cerita yang utuh dan âjadiâ, maka diperlukan unsur-unsur pembangun. Semua karya fiksi, sejatinya akan menampilkan keadaan dunia melalui kata-kata, sehingga unsur-unsur pembangun tersebut dijabarkan melalui kata-kata yang dikreasikan oleh sang pengarang. Unsur-unsur pembangun dalam sebuah novel dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri secara langsung. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan sebuah teks dapat hadir sebagai suatu teks sastra. Keterpaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel dapat berwujud. Unsur-unsur yang dimaksud tersebut adalah tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang penceritaan, gaya bahasa, moral, dan lainnya. Apa Saja Unsur Intrinsik Novel? 1. Tema Pada dasarnya, tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan melalui unsur-unsur intrinsik alias secara implisit. Untuk menemukan keberadaan tema dalam sebuah novel, itu harus disimpulkan dari adanya keseluruhan cerita, tidak hanya pada bagian-bagian tertentu saja. Memang keberadaannya seolah âdisembunyikanâ sebab terlalu abstrak untuk ditemukan. Meskipun tak jarang, kerap ditemukan adanya kalimat atau paragraf tertentu yang menyatakan tema pokok dari novel tersebut. Biasanya, tema dapat berupa sosial, sejarah, petualangan, cinta, dan lain-lain. Tema pada novel umumnya akan mengangkat masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal. Maksudnya, tema tersebut telah atau akan dialami oleh setiap orang di belahan dunia manapun. Novel kerap kali memilih berbagai permasalahan kehidupan atas adanya pengalaman individu maupun kelompok, sebut saja masalah cinta yang mencangkup cinta terhadap kekasih, orang tua, maupun sahabat. Pemilihan tema-tema tersebut bersifat subjektif yang nantinya akan diolah dengan daya imajinatif sang pengarang. Keterpaduan Tema dengan Unsur Lainnya Keberadaan tema berfungsi untuk mengikat unsur-unsur lainnya supaya mengikat menjadi satu keterpaduan yang utuh. Keterpaduan tersebut akan diuraikan secara singkat pada berikut ini. Tema dengan Plot, yakni ketika pembaca menafsirkan tema dalam novel tersebut memerlukan informasi yang ada di plot. Tema dengan Latar, yakni pemilihan tema akan mempengaruhi pemilihan latar pula. Bahkan beberapa pengarang ketika sudah memiliki sebuah tema tertentu, tema tersebut nantinya akan menuntut pemilihan latar yang sesuai. Apabila pemilihan latar ini kurang sesuai, maka akan berpengaruh pada unsur tokoh sehingga menyebabkan cerita menjadi kurang meyakinkan. Tema dengan Tokoh. Hubungan keterpaduan dua unsur tersebut saling berpengaruh satu sama lain, sebab pengembangan tokoh dan penokohan juga harus disesuaikan pada tema cerita. Penggolongan Tema Novel a Tema Tradisional dan Non-Tradisional Tema tradisional artinya adalah tema dalam sebuah novel yang terkesan âitu-ituâ saja. Maksudnya, penggunaan tema tertentu yang selalu diterapkan dalam novel apapun sehingga menyebabkan pembaca dapat dengan mudah untuk menebak plot cerita sekaligus ending-nya. Meskipun begitu, keberadaan tema tradisional ini justru digemari oleh kelompok sosial tertentu sehingga eksistensinya akan âawetâ hingga sekarang. Contohnya adalah cerita mengenai cinta sejati yang membutuhkan pengorbanan, cerita tentang kebaikan akan selalu menang jika melawan kejahatan, dan lainnya. Sementara itu tema non-tradisional adalah tema yang tidak begitu lazim ada dalam suatu novel, sehingga tak jarang plot ceritanya akan tidak sesuai dengan harapan pembaca sebab terlalu âmelawan arusâ atas adanya kebanyakan tema. Misalnya, kita kerap membaca novel dengan tokoh protagonis akan menang pada akhir cerita, lalu tiba-tiba di sebuah novel tertentu justru tokoh antagonis yang menang. Hal tersebut tentu saja membuat kita berpikir bahwa plot-nya aneh. b Penggolongan Tema Menurut Shipley Tema tingkat fisik, yakni ditunjukkan pada banyaknya aktivitas fisik yang dilakukan tokoh dalam karya fiksi. Singkatnya, konflik yang dialami tokoh kebanyakan berupa aktivitas fisik dibandingkan kejiwaan. Tema tingkat organik, yakni ditunjukkan banyaknya permasalahan seksualitas atau hubungan seksual antar tokohnya. Contoh pengkhianatan suami-istri atau skandal seksual. Contoh novel Saman Ayu Utami. Tema tingkat sosial, yakni ditunjukkan dengan banyaknya permasalahan sosial di sepanjang cerita. Masalah sosial ini dapat berupa masalah ekonomi, politik, ekonomi, kebudayaan, hingga cinta kasih antarsesama. Contoh novel Ayat-Ayat Cinta, dan Laskar Pelangi. Tema tingkat egois, yakni menganggap bahwa manusia sebagai individu yang menuntut hak individualismenya. Contoh tentang jati diri, citra diri, hingga kepribadian seseorang. Contoh novel Atheis dan Jalan Tak Ada Ujung. Tema tingkat divine, yakni ditunjukkan dengan konflik seputar tokoh sebagai manusia dengan Sang Pencipta. Contoh novel Dalam Mihrab Cinta. 2. Plot atau Alur Cerita Plot mengandung unsur jalannya cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokohnya hingga pada proses penyelesaian konfliknya. Plot lebih tepat disebut dengan rangkaian peristiwa. Menurut Stanton 1965, plot adalah cerita yang berisikan urutan kejadian, yang pada setiap kejadiannya dapat dihubungkan secara sebab-akibat. Meskipun demikian, menurut Abrams 1999 menyatakan bahwa plot berbeda dengan cerita, sebab plot sejatinya adalah struktur peristiwa-peristiwa secara urut dalam sebuah karya fiksi. Kaidah Dalam Plot Menurut Kenny 1966, sebuah plot dalam karya fiksi memiliki kaidahnya tersendiri, yakni Plausibilitas, yakni sebuah plot harus dapat dipercaya sesuai dengan logika pembaca. Biasanya akan dikaitkan dengan realitas kehidupan di dunia nyata. Meskipun berupa karya fiksi, tetapi alur cerita juga harus masuk akal ya⊠Suspense, yakni mampu membangkitkan rasa keingintahuan pada pembaca supaya bersedia untuk membacanya hingga akhir cerita. Surprise, yakni mampu memberikan kejutan pada pembaca pada alur ceritanya, seolah tidak dapat ditebak oleh pembaca. Kesatupaduan, yakni peristiwa-peristiwa dalam alur cerita harus bersifat kesatupaduan secara utuh. Seluruh aspek yang diceritakan harus terjalin secara baik dan mendukung aspek satu sama lain. Tahap-Tahap Dalam Plot Tahap awal, biasanya akan berupa pengenalan tokoh seolah mengajak pembaca untuk berkenalan pada tokoh-tokoh yang hendak âberlakonâ di sepanjang alur cerita. Tidak hanya tokoh saja, tetapi juga pengenalan pada latarnya juga. Tahap tengah, biasanya akan menampilkan awal konflik atau pertikaian. Nantinya, sang pengarang akan mengembangkan konflik tersebut sesuai dengan daya imajinasinya dengan memperhatikan kaidah dalam plot. Tahap akhir, biasanya akan menceritakan proses penyelesaian masalah beserta bagaimana akhir cerita apakah si tokoh akan bahagia atau sedih. 3. Tokoh dan Penokohan Menurut Abrams, tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi yang akan diekspresikan dalam ucapan dan tindakan. Sementara istilah âpenokohanâ justru lebih luas maknanya yakni mencakup siapa nama dalam tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penggambarannya dalam karya fiksi tersebut sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Klasifikasi Tokoh Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan Tokoh utama adalah yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai oleh kejadian. Bahkan dalam novel-novel tertentu, tokoh utama selalu hadir dalam setiap halaman buku novelnya. Berhubung tokoh utama ini menjadi sosok yang paling banyak diceritakan, maka itu berarti dirinya juga akan berpengaruh pada perkembangan plot cerita. Sementara itu, tokoh tambahan adalah tokoh yang membantu tokoh utama di sepanjang alur cerita, bahkan tak jarang keberadaannya diabaikan oleh pembaca karena tidak terlalu berpengaruh pada alur. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis Biasanya, tokoh protagonis digambarkan sebagai tokoh baik dan tokoh antagonis adalah tokoh jahat. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah ya⊠Tokoh protagonis adalah tokoh yang penggambarannya sesuai dengan pandangan dan harapan pembaca. Permasalahan yang dialami tokoh protagonis seolah relate dengan permasalahan pembaca sehingga kebanyakan akan mendapatkan empati dari pembaca. Sementara tokoh antagonis adalah sosok yang menentang keberadaan tokoh protagonis, baik dari segi ucapan hingga perbuatan. Meskipun terlihat âjahatâ, tetapi keberadaan tokoh antagonis ini justru akan membuat alur cerita menjadi lebih seru dan menarik. Contohnya keberadaan tokoh Lord Voldemort pada novel Harry Potter. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat Klasifikasi tokoh ini berdasarkan pada perwatakannya. Tokoh sederhana adalah tokoh yang memiliki satu kualitas pribadi dan watak tertentu saja. Sifat, sikap, dan tingkah laku pada tokoh sederhana ini terkesan datar dan monoton. Sementara tokoh bulat adalah yang memiliki kemungkinan sisi kehidupan, kepribadian, dan jati diri yang lain. Tak jarang, tokoh bulat ini memiliki watak tertentu yang sulit diduga. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang Tokoh statis adalah tokoh cerita yang tidak mengalami perubahan atau perkembangan pada perwatakannya sebagai sebab-akibat dari peristiwa yang telah terjadi. Maka dari itu, tokoh statis ini memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, dengan tidak adanya perkembangan sejak awal hingga akhir cerita. Sementara tokoh berkembang developing character adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan pada perwatakannya sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot cerita. Tokoh ini cenderung aktif berinteraksi dengan lingkungannya sehingga akan mempengaruhi wataknya. Biasanya perkembangan watak tersebut disesuaikan dengan tuntutan logika cerita secara keseluruhan. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral Klasifikasi tokoh ini didasarkan pada pencerminan tokoh cerita terhadap manusia dalam kehidupan nyata. Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit menampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak menonjolkan kualitas kebersamaannya dengan individu lain. Sementara itu, tokoh netral adalah tokoh yang semata-mata dihadirkan demi cerita saja. Singkatnya, tokoh netral ini tidak mempresentasikan manusia dalam dunia nyata. 4. Latar Latar dalam karya fiksi itu tidak hanya sekadar menunjukkan lokasi dan waktu tertentu akan terjadinya sebuah peristiwa, melainkan dapat pula terwujud berupa adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku. Latar dalam sebuah alur novel memiliki beragam macamnya, yakni Latar Fisik dan Latar Spiritual Latar fisik adalah latar yang jelas menunjukkan lokasi tertentu yang dapat dilihat dan dirasakan kehadirannya. Misal di pasar, di aula sekolah, di gedung rapat, dan lainnya. Penunjukkan latar fisik dalam karya fiksi dapat dilakukan bergantung pada kreativitas pengarang. Ada yang secara rinci, ada pula yang sekadar menunjukkan begitu saja. Sementara itu, latar spiritual adalah nilai-nilai yang melingkupi pada latar fisik. Jadi, keberadaan latar fisik dan latar spiritual ini berhubungan satu sama lain. Latar Netral dan Latar Fungsional Latar netral adalah penunjukkan latar yang hanya sekadar disebut saja tanpa mendeskripsikan sifat khas tertentu dari lokasi atau waktu kejadiannya. Kemungkinan, sang pengarang sengaja tidak berniat untuk menonjolkan unsur latar dalam karya fiksinya, sehingga hanya menggunakan latar netral ini. Sementara itu, latar fungsional adalah latar yang menonjolkan sifat khas dari latar tertentu, baik menyangkut unsur tempat, waktu, maupun sosial-budaya. Biasanya, latar fungsional ini akan dideskripsikan secara detail mengenai bagaimana lingkungan sosialnya. 5. Sudut Pandang Sudut pandang atau point of view adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut pandang ini akan berkenaan dengan strategi, teknik, dan siasat yang sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Klasifikasi Sudut Pandang Sudut Pandang Persona Ketiga âDiaâ Yakni pengisahan karya fiksinya menggunakan kata âdiaâ untuk merujuk pada tokoh utamanya. Biasanya, ditandai dengan penggunaan nama tokoh tersebut sepanjang menceritakan alur ceritanya. Misalnya pada novel Ronggeng Dukung Paruk, yang menggunakan nama âSrintilâ sebagai bentuk sudut pandang persona ketiga. Sudut Pandang Persona Pertama âAkuâ Yakni pengisahan karya fiksinya menggunakan kata âakuâ sebagai seseorang yang terlibat langsung dalam alur cerita. Si âAkuâ ini menjadi tokoh yang berkisah, baik itu mengisahkan dirinya sendiri maupun orang lain kepada pembaca. Sudut pandang ini memiliki dua jenis yakni âakuâ sebagai tokoh utama dan âakuâ sebagai tokoh tambahan. Sudut Pandang Persona Kedua âKauâ Sebenarnya, penggunaan sudut pandang ini jarang digunakan oleh karya fiksi manapun. Biasanya, hanya sekadar selingan dari gaya bahasa saja. Penggunaan sudut pandang âKauâ ini dapat ditemukan dalam novel Suami karya Eddy Suhendro dan novel Burung-Burung Manyar. Sudut Pandang Campuran Yakni ketika pengarang mengisahkan karya fiksinya menggunakan sudut pandang secara berganti-ganti. 6. Gaya Bahasa Gaya bahasa dalam novel ini biasanya akan menjadikan alur cerita nampak menarik sebab disampaikan dengan cara yang unik. Bahkan gaya bahasa ini nyatanya mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan dari ejaan bahasanya. Pemilihan diksi, struktur kalimat, hingga penggunaan kohesi juga termasuk dalam gaya bahasa ini. Tidak hanya itu saja, penggunaan majas juga menjadi bagian dari gaya bahasa. 7. Moral Moral adalah sesuatu yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, biasanya bentuknya sangat implisit. Berhubung karya sastra itu adalah bersifat mendidik atau edukatif, sehingga setiap karya sastra haruslah memiliki moral yang mengedukasi pembacanya. Moral ini cenderung berhubungan dengan pesan atau amanat yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, itulah uraian mengenai unsur-unsur intrinsik novel. Apakah Grameds sering menyadari unsur-unsur ini ketika membaca sebuah novel? Sumber Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Baca Juga! 10 Jenis Novel, Apa Favoritmu? 8 Perbedaan Novel dan Cerpen Dari Berbagai Sisi Pengertian Unsur Ekstrinsik Dalam Novel dan Cerpen Mengenal Cerita Fiksi dan Non Fiksi Cerpen vs Novel, Apa Bedanya? Perbedaan Antara Unsur Buku Fiksi dan Non Fiksi Penggunaan Tanda Baca yang Baik dan Benar Apa Itu Sastra Populer? Pengertian Majas Metafora dan Contohnya Pengertian dan Periodisasi Perkembangan Sastra di Indonesia Mengenal Teori dan Sejarah Sastra ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
1. Menggunakan kalimat bermakna lampauBaca juga Pulang, Sebuah Novel Sejarah2. Menggunakan banyak kata yang menyatakan urutan waktu konjungasi temporal dan kronologis 3. Menggunakan banyak kata yang menggambarkan suatu tindakan 4. Menggunakan banyak kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarangBaca juga [Otobiografi 2] Penciptaan Novel Sejarah, dari Kelayapan hingga Aroma Kemenyan5. Menggunakan banyak kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh6. Menggunakan banyak dialog 7. Menggunakan kata sifat untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasanaBaca juga Lelaki di Tengah Hujan Novel Sejarah Melawan Arus yang Pantas DifilmkanDirujuk dari buku paket Bahasa Indonesia K13 Revisi Mohon tunggu... Lihat Bahasa Selengkapnya
gaya bahasa dalam novel sejarah